Budaya Kupatan merupakan salah satu tradisi warisan budaya Jawa yang lekat dengan nuansa religius, khususnya dalam perayaan Lebaran Ketupat, yakni seminggu setelah Hari Raya Idulfitri. Tradisi ini bukan hanya tentang makan ketupat bersama, tetapi mengandung nilai-nilai spiritual, sosial, dan simbolik yang dalam. Kupatan menjadi wujud nyata kearifan lokal yang bersinergi dengan ajaran Islam.
Asal Usul dan Filosofi Ketupat
Kata ketupat berasal dari bahasa Jawa "Kupat", yang merupakan singkatan dari "ngaku lepat" (mengakui kesalahan) dan "laku papat" (empat tindakan), yakni puasa Ramadan, zakat fitrah, salat Idulfitri, dan silaturahmi.
Bentuk ketupat yang bersudut-sudut mencerminkan banyaknya kesalahan manusia, sedangkan janur (daun kelapa muda) yang membungkusnya melambangkan kesucian hati. Ketika ketupat dibelah, tampak isinya yang putih bersih—simbol kembalinya fitrah manusia setelah Ramadan.
Dalil-Dalil yang Relevan
• Makna Saling Memaafkan dan Silaturahmi
Kupatan identik dengan tradisi saling bermaafan dan menguatkan silaturahmi, yang sesuai dengan ajaran Islam:
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali 'Imran: 133)
"Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturahmi."
(HR. Bukhari dan Muslim)
• Semangat Berbagi dan Kepedulian Sosial
Tradisi membagikan ketupat atau makanan lainnya merupakan bentuk kepedulian sosial, yang sangat dianjurkan dalam Islam:
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai." (QS. Ali 'Imran: 92)
"Tidak beriman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri."
(HR. Bukhari dan Muslim)
• Menjaga Tradisi Selama Tidak Menyimpang
Kupatan sebagai budaya lokal yang tidak bertentangan dengan syariat termasuk dalam ‘urf shahih (tradisi baik) yang dibolehkan dalam Islam. Dalam kaidah fiqh disebutkan:
“Adat bisa menjadi hukum jika tidak bertentangan dengan syariat.”
(Kaedah Ushul Fiqh: Al-‘Adah Muhakkamah)
Budaya Kupatan adalah wujud indah dari perpaduan antara ajaran Islam dan kearifan lokal. Melalui tradisi ini, masyarakat diajak untuk kembali ke fitrah, mempererat silaturahmi, berbagi kepada sesama, serta menjaga harmoni sosial. Selama dijalankan dengan niat baik dan tidak menyimpang dari akidah, Kupatan bisa menjadi sarana dakwah budaya yang efektif dan sarat makna.
Penulis : Achmad Fatkhurrozi
Editor : Zuhdi Yazid
إرسال تعليق